Wednesday, December 24, 2008

Bahan Berbahaya Yang Dilarang Untuk Pangan

Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya BagiKesehatan) .


Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor antara lain industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan adanya aneka produk yang berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari.

Namun hal yang perlu kita waspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse) sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan. Bahan kimia berbahaya yang sering disalahgunakan
pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di bawah ini diketengahkan sejumlah tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut.
- Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep; campuran pembersih.
- Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga lain; bahan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan peledak; dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan
kertas; bahan untuk pengawet mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat (slow- release fertilizer) dalam bentuk urea.
- Formaldehid; bahan untuk pembuatan parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood); dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan pembersih karpet.
- Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas); sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk pewarna biologik.
- Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat; juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta formalin.

Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/ Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai BahanBerbahaya, memuat sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan termasuk rhodamin B dan kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan manusia.

Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari masing-masing keempat bahan berbahaya tersebut adalah sebagai berikut:
- Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise); mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik) ; pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala.
- Formalin (larutan formaldehid) , paparan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml.
- Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan terhenti. Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah
menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang(cross- linked). Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikann ya sebagai
karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia); khususnya pada saluran pernafasan.
- Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B dalam waktu yanglama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati. dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.

Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif terbatas, dan pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena itulah kita sebagai konsumen hendaknya perlu berhati-hati dalam memilih produk pangan antara lain dengan mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung
bahan terlarang. Misalnya, tahu yang mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras, kenyal namun tidak padat, bau agak menyengat (bau formalin); tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25o C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C).

Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik produk pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/ pasar swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar . Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet); media cetak ( koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan, seminar dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi perubahan perilaku dari mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran mereka sehingga mau dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri.
Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang aman (safety culture) di tengah masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini Badan POM bersama jajarannya yaitu Balai Besar POM/ Balai POM secara rutin melakukan pengawasan dan pengamanan termasuk melakukan sampling terhadap sejumlah sampel yang diduga mengandung bahan berbahaya antara lain: tahu, mie basah, kerupuk, ikan asin dan sebagainya untuk dilakukan uji laboratorium
terhadap produk- produk tersebut, serta melakukan tindakan pengamanan yang sesuai.
Dalam rangka meminimalisir praktek penggunaan bahan kimia yang salah dalam pangan maka Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak dapat melakukannya sendiri. Terdapat sejumlah aspek yang bukan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Salah satu diantaranya adalah pengaturan di bidang tata niaga dan distribusi bahan berbahaya yang merupakan kompetensi dari Departemen Perdagangan. Baru-baru ini Departemen Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 04/M-Dag /Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, yang diamandemen dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.8/M-DAG/PER/ 6/2006. Peraturan ini ditetapkan dengan maksud agar kasus penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya pada pangan dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi dengan cara mengendalikan pasokan bahan berbahaya tersebut melalui mekanisme distribusi yang jelas. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa yang boleh memproduksi bahan berbahaya di dalam negeri adalah perusahaan yang sudah memiliki izin sebagai Produsen Bahan Berbahaya (PB2) dan PB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PAB2) atau melalui Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DTB2). Selanjutnya, bahan berbahaya boleh diimpor oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (ITB2) yang berhak mendistribusikan secara langsung kepada PAB2. Importasi bahan berbahaya juga boleh dilakukan oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) untuk kepentingan produksinya sendiri. DTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2 dan Pengecer terdaftar Bahan Berbahaya (PTB2) dan PTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2. Surat izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya untuk DTB2 dan PTB2 dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dan gubernur di propinsi PTB2 tersebut berada. Pembinaan dan pengawasan terhadap IPB2, ITB2, DTB2, PTB2 dilakukan oleh Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan departemen/ instansi yang terkait. Pada peraturan menteri tersebut, diatur 54 jenis (terlampir) bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam pangan.

DAFTAR JENIS BAHAN BERBAHAYA UNTUK KEPERLUAN LAIN DILUAR
PANGAN LABORATORIUM / PENELITIAN
No Nama Bahan Nomer Cas Kemasan Terkecil
1. Alkannin 23444-65-7 1 kg 25 g
2. Asam Borat 10043-35-3 1 kg 25 g
3. Asam Monokloroasetat 79-11 8 1 l 25 ml
4. Asam Nordihidroguaiaretat 500-38-9 1 kg 25 g
5. Asam Salisilat 69-72-7 1 kg 2,5g
6. Auramin 2465-27-2 1 kg 10 g
7. Amaran 915-67-3 1 kg 10 g
8. Besi (III) oksida 1309-37-1 1 kg 10 g
9. Bismut Oksiklorida 7787-59-9 1 kg 25 g
10. Boraks 1303-96-4 5 kg 25 g
11. Coklat FB 12236-46-3 1 kg 25 g
12. Dietil Pirokarbonat 1609-47-8 1 kg 25g
13. Dulsin 150-69-6 1 kg 5 g
14. Formaldehid larutan 50-00-0 10 l 25 ml
15. Hijau Amasid G 5141-20-8 1 kg 25 g.
16. Indantren Biru R 81-77-6 1 kg 10 g
17. Kalkozin Magenta N569-61-9 1 kg 25 g
18. Kalium Borat 7758-01-2 1 kg 50 g
19. Kalium Klorat 3811-04-9 1 kg 5 g
20. Kobalt Asetat 71-48-7 1 kg 5 g
21. Kobalt Klorid 7646-79-9 1 kg 5 g
22. Kobalt Sulfat 5610124-43-3 1 kg 5 g
23. Krisoidin 532-82-1 1 kg 50 g
24. Krisoin S 547-57-9 1 kg 10 g
25. Kumarin 91-64 - 5 1 kg 5 g
26. Kuning Anilin 2706-28-7 1 kg 10 g
27. Kuning Mentega 60-11-7 1 kg 10 g
28. Kuning Metanil 587-98-4 1 kg 25 g
29. Kuning AB 85-84-7 1 kg 10 g
30. Kuning OB 131-79-3 1 kg 10 g
31. Magenta I 632-99-5 1 kg 25 g
32. Magenta II 26261-57-4 1 kg 25 g
33. Magenta III 3248-91-7 1 kg 25 g
34. Merah Sitrus 26358-53-8 1 kg 25 g
35. Minyak Oranye SS 562646-17-5 1 kg 25 g
36. Minyak Oranye XO 3118-97-6 1 kg 25 g
37. Nitrobenzen 98-95-3 1 l 25 ml
38. Nitrofurazon 59-87-0 1 kg 5 g
39. Natrium Salisilat 54-21-7 1 kg 5 g
40. Oranye G 1936-15-8 1 kg 25 g
41. Oranye GGN 523-44-4 1 kg 25 g
42. Orcein 1400-62-0 1 kg 5 g
43. P 400 553-79-7 1 kg 5 g
44. Paraformaldehid 30525-89-4 1 kg/ 1 fl (100 tab) 5 g
45. Ponceau 3R 3564-09-08 1 kg 5 g
46. Ponceau 6R 5850-44-2 1 kg 5 g
47. Ponceau SX 4548-53-2 1 kg 10 g
48. Rhodamin B 5681-88-9 1 kg 1 g
49. Sinamil Antranilat 87-29-6 1 kg 10 g
50. Skarlet GN 3257-28-1 1 kg 10 g
51. Sudan 1 842-07-9 1 kg 25 g
52. Tiourea 62- 56-6 1 kg 25 g
53. Trioksan 110-88-3 1 kg 25 g
54. Violet 6B 1694-09-3 1 kg 10 g

Read More......

Wednesday, December 3, 2008

Sodium Benzoate, Menyebabkan Kerusakan DNA

Berhati-hatilah terhadap bahan pengawet. Survey terbaru tentang pengawet minuman bersoda, Sodium Benzoate diketahui menyebabkan kerusakan DNA


Riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa sodium benzoate diperkirakan dapat merusak DNA. Sodium benzoate, penghambat jamur yang biasa ditemukan pada Pepsi, Coke, Sprite, maupun minuman-minuman ringan lainnya, juga pada asinan dan saus, dianggap patut diwaspadai.

Pete Piper, professor bidang biologi molekuler dan bioteknologi, yang telah meneliti sodium benzoate sejak 1999, pernah menguji sodium benzoate pada sel ragi yang hidup. Ia terkejut menemukan substansi tersebut dapat merusak DNA mitochondria pada ragi.

Karena peduli terhadap hal ini, Piper mempublikasikan penelitiannya melalui surat kabar Inggris, The Independent, pada hari Minggu, 27 Mei 2008: "Bahan kimia ini memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerusakan yang serius pada DNA di dalam mitochondria, sedemikian rupa hingga dibuat sepenuhnya tidak aktif - mereka merusak seluruhnya."

"Mitochondria menyerap oksigen untuk menghasilkan energi, dan bila dirusak - seperti terjadi pada sejumlah kondisi pada saat sakit - maka sel mulai mengalami kegagalan fungsi yang sangat serius. Dan ada sejumlah penyakit dimana yang sekarang dikaitkan dengan kerusakan DNA ini - penyakit Parkinson dan beberapa penyakit akibat degenerasi saraf, namun terutama sekali, keseluruhan dari proses penuaan."

Sodium benzoate terbentuk secara alami pada buah cranberry, apel, produk susu, kayu manis, dan cengkeh. Menurut http://inchem.org, sodium benzoate yang terbentuk secara alami pada makanan kira-kira 40 mg/kg. Digunakan sebagai bahan pengawet, diperlukan kira-kira 2.000 mg/kg. Secara historis, asam benzoat berasal dari distilasi kering dari getah kapur barus. Produksi massal dihasilkan secara murah dari toluene. Sodium benzoate dibuat dari asam benzoic.

Penyelidikan-penyelidikan pada daftar FDA terutama diterapkan pada tikus, dimana tidak nampak gejala keracunan. Percobaan yang dilakukan pada sejumlah individu terbatas dari kurun 1960-an hingga 1980-an, tidak menunjukkan efek negatif, oleh karena itu sodium benzoate dan asam benzoic dianggap aman oleh lembaga pengawas makanan Amerika Serikat tersebut.

Kelompok Bantuan Bagi Anak-Anak Hiperaktif di Inggris melakukan pengecualian dan merekomendasikan untuk menghindari sodium benzoate dan asam benzoic. Piper sendiri menganggap hasil uji coba yang dilakukan oleh FDA sebagai "kadarluasa."

Sebuah studi jangka pendek pada tikus - yang diberikan sodium benzoate/benzoic acid sebanyak 1.800 mg/kg - telah mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat. Asam benzoic menyebabkan patologi hati dan mengurangi berat badan. Namun, penyelidikan ini dianggap belum cukup untuk memastikan dampak negatifnya.

Vitamin C (ascorbic acid) ditambahkan pada minuman ringan akan bereaksi dengan sodium benzoate menghasilkan benzene, dikenal sebagai polutan udara dan penyebab kanker.
Sumber: http://www.hidayatullah.com

Read More......