Serpong - "Ntu dimeja ada kue dari Cing Jenab, semalem anaknya dibawain duit ama anak kampung sebelah, kali aja ntar elu ketularan". Itulah sepenggal kalimat mengenai tradisi Betawi ketika ada anggota keluarga yang dilamar. Jika seseorang pemuda Betawi sudah merasa dirinya siap untuk menikah dan sudah menemukan calon pasangan hidupnya, tentunya dia harus menyampaikannya ke orang tuanya untuk dinikahkan dengan wanita pilihannya tersebut. Sebelum menikah perlu adanya proses meminang, melamar atau khitbah yang dalam istilah Betawi "Bawa Duit".
Sesampainya di rumah keluarga calon besan laki-laki, LOLOSAN tadi tidak langsung dimakan atau dibagikan ke kerabat, tetapi pihak keluarga laki-laki akan bermusyawawah dengan anggota keluarganya untuk menaksir berapa kira-kira harga atau biaya yang dikeluarkan untuk membuat makanan Lolosan tersebut. Di sini diperlukan seorang Juru Taksir. Setelah diketahui harga dari makanan tersebut, katakanlah Rp. X-, maka pihak keluarga calon besan laki-laki akan menyiapkan uang tersebut dan akan dikembalikan nanti setelah acara lamaran (bawa duit) selesai. Proses ini disebut "Balikin Kulit Pisang". Kemudian makanan Lolosan tadi dibagikan ke semua keluarga, kerabat dan handai taulan dari pihak calon besan laki-laki.
Tibalah pada waktu melamar gadis. Malam hari setelah semua persiapan dirasa cukup, berangkatlah keluarga pemuda tadi ke rumah orang tua si gadis. Uniknya, orang tua si pemuda dan pemuda calon menantu tersebut tidak harus turut serta, tetapi mewakilkan ke orang lain, bisa anggota keluarga atau seorang ustadz/kyai untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan. Yang dibawa dalam rombongan tersebut biasanya terdiri dari: makanan (kue-kue), buah-buahan (terutama yang wajib adalah pisang raja), keperluan menyirih (sirih, gambir, kapur, dan tembakau), tidak ketinggalan mas kawin dan sejumlah uang. Inilah yang mendasari muncul istilah Bawa Duit.
Yang membedakan dengan tradisi lainnya adalah, mas kawin dibawa sejak proses lamaran dan diserahkan ke gadis calon istri. Jadi bukan saat mau ijab kabul. Sedangkan sejumlah uang diberikan sebagai bekal untuk kehidupan berumah tangga kelak. Jadi bukan untuk acara pesta/hajatan sebagaimana pada tradisi di daerah lain. Jika nantinya keluarga calon besan laki-laki atau pemuda tersebut ingin membantu biaya resepsi, diberikan di lain kesempatan. Bukan pada saat acara lamaran tersebut. Setelah acara selesai dan diterima oleh keluarga si gadis, maka gadis calon istri boleh menggunakan emas perhiasan yang diberikan oleh pemuda calon suaminya sebagai tanda bahwa ia telah dikhitbah (dipinang) oleh pemuda tersebut. Dan uang yang diberikan biasanya dibelikan tempat tidur (spring bed), lemari atau lainnya sesuai dengan jumlah uang yang diterima.
Esok harinya, utusan keluarga pemuda tadi akan datang kembali ke rumah si gadis untuk mengembalikan nampan ataupun wadah makanan Lolosan yang di dalamnya sudah diisi dengan sejumlah uang hasil taksiran sebelumnya. Dikenal dengan istilah "Ngembaliin kulit pisang". Ini sebagai bentuk penghormatan dan jalinan silaturahim di antara 2 (dua) keluarga besar. Jika diberi sesuatu, maka berilah yang lebih baik atau sama dengan yang diberikan. Barulah setelah itu, orang tua si gadis akan melakukan kunjungan resmi ke rumah orang tua si pemuda untuk membicarakan tanggal pernikahan.