Showing posts with label Keuangan dan Bisnis. Show all posts
Showing posts with label Keuangan dan Bisnis. Show all posts

Sunday, December 6, 2015

Masihkan Pepatah "Menabung Pangkal Kaya' Berlaku Saat Ini??

Sedari kecil kita diajarkan oleh orang tua, Guru dan lainnya bahwa kita harus menabung agar dapat memiliki dana di kemudian hari pada saat membutuhkan. Dari mulai menabung di celengan bambu, celengan ayam, sampai ke rekening Bank. Menabung dapat diartikan menyisihkan uang/harta yang dimiliki untuk disimpan di suatu tempat. Konon katanya, tempat yang paling aman adalah Bank.

Banyak sekali tulisan yang mengupas manfaat menabung, seperti di sini dan di sini juga. Masalahnya adalah, apakah benar jika kita menabung di Bank saat ini uang kita aman dan dapat bertambah?. Banyak sekali kita dengar kasus, ada orang yang rajin menabung tapi uangnya berkurang terus. Ada lagi yang uangnya hilang/habis padahal tidak pernah transaksi selama sekian waktu. Sebagaimana diketahui, Bank sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat membutuhkan biaya untuk operasionalnya, salah satu sumbernya diambil dari nasabah dalam bentuk biaya administrasi. Pertanyaannya, kan kita sudah dapat bunga tabungan, apakah tidak mencukupi? Jawabannya TIDAK selama jumlah saldo di rekening kita di bawah batas minimal tertentu. Lalu bagaimana caranya kita bisa menabung tetapi uangnya kita terus tumbuh berkembang? Menabung Cerdas Ada cara dimana uang yang kita setorkan ke Bank untuk tabungan dapat terus tumbuh, yaitu dengan menabung plus investasi. Cukup setorkan sejumlah tertentu setiap bulan selama sekian waktu, uang kita akan dikelola oleh Bank atau pihak ke tiga dalam skema investasi (bisa reksadana, saham atau lainnya), selanjutnya kita cukup mengamati perkembangan tabungan (dan investasi) kita. Mudah bukan?. Itulah yang dimaksud menabung cerdas. Banyak pihak yang mengeluarkan instrumen investasi seperti ini, yang terpenting adalah pastikan aman dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satunya adalah 3i-Network dari Salim Group. Lebih jauh mengenai 3i-Network, tunggu tulisan berikutnya. (bersambung)

Read More......

Wednesday, November 26, 2008

Co-Branding Strategy

Teflon by Dupont. Stiker ini diantaranya menempel di peralatan rumah tangga produksi Maspion. Stiker tentu akan mengangkat citra merek dari produk buatan Sidoarjo ini, karena didampingi merek kesohor yang sudah akrab dengan sebagian konsumen. Edukasi pasar mengenai lapisan anti lengket dari DuPont ini telah gencar dilakukan sebelumnya, dan khalayak konsumen mengenal dan meyakini kualitas Teflon sebagai ingredient brand lapisan anti lengket yang dikeluarkan perusahaan ternama DuPont. Merek Maspion sebagai pembuat finished product akan terkatrol jika memakai Teflon sebagai komponennya. Inilah salah satu bentuk co-branding antara Maspion sebagai produsen finished product dan Teflon-DuPont sebagai produsen ingedients product.


Lantas apa keuntungannya Teflon dengan sering dicantumkannya di berbagai finished product?. Tentu saja exposure-nya menjadi meningkat, dan awarenessnya akan meningkat pula. Itu dari sisi awareness. Dari sisi yang lain awareness yang tinggi ini akan mendorong para produsen finished product untuk memakai produknya sekaligus melakukan co-branding sehingga dia mempunyai bargaining position karena dikenal oleh end users. Dupont tidak hanya menjadi pemasok dari produsen finished products yang nasibnya ditentukan oleh mereka. Dengan perceived quality yang tinggi dari end users, maka akan menjadi pilihan utama bagi para produsen, sekaligus yang membuka peluang untuk menjual dengan harga yang lebih tinggi dari kompetitor/pemasok yang lain.

Yang lebih dulu terkenal dengan pola co-branding dengan ingredients brand adalah tata suara stereo dari Dolby. Baru-baru ini digelar iklan yang cukup gencar oleh Polytron mengenai home theatre Minimax MX 7 yang menggunakan teknologi dari Dolby. Co-branding ini akan mengangkat brand image Polytron yang diproduksi di Jawa Tengah ini. Produk ini akan menjadi flagship brand bagi produk Polytron. Walaupun nantinya produk ini terjual tidak terlalu banyak, tetapi dapat meningkatkan perceived quality terhadap produk-produk Polytron, khususnya audio.

Tetapi ingredient brand yang paling spektakuler adalah Intel dengan program co-branding- nya yang sangat terkenal : Intel Inside. Intel menyadari bahwa ia tidak menjual secara langsung kepada end users tetapi harus melalui pabrik komputer. Sehingga nasibnya tergantung kepada pabrik komputer, mau membeli produknya atau tidak. Intel mendorong perusahaan komputer ternama seperti IBM, Compact, Gateway, dan Dell untuk memasang logo Intel Inside dalam iklannya maupun dalam kemasannya. Intel bersedia memberikan imbalan diskon 3 persen dari total pembelian jika mencantumkan dalam iklannya dan 5 persen jika para produsen komputer itu bersedia memasang dalam kemasannya. Kampanye ini dianggarkan dengan biaya tidak tanggung-tanggung, 100 juta dolar AS tiap tahun. Intel Inside ini selama 18 bulan telah terpasang dalam 90 ribu halaman yang jika dihitung kira-kira menjadi 10 milyar exposure. Hasilnya, recognition di kalangan end users meningkat pesat dari 46 persen menjadi 80 persen. Setelah kampanye itu berjalan setahun penjualan intel di seluruh dunia meningkat 63 persen.

Di antara end users ini kebanyakan tidak banyak mengetahui mengenai seluk-beluk mikro prosesor. Mereka pikir jika perusahaan-perusahaan komputer terkenal seperti IBM saja mempercayakan mikro prosesornya yang sangat vital bagi sebuah komputer kepada Intel, tentu kualitasnya telah teruji. Betapa besar pengaruh perceived quality terhadap Intel, dapat terlihat bagaimana AMD berusaha mengajak para konsumen untuk berpikir rasional dengan menawarkan produk sekelas dengan selisih harga 31 sampai 39 persen. Pengaruh ini mengarah kepada price premium sebagai keuntungan yang muncul dari brand equity. Intel juga melakukan price premiun measurement ini. Setiap minggu pewawancara di toko-toko komputer bertanya kepada pengunjung berapa besar diskon yang harus diberikan kepada sebuah komputer agar pembeli berpindah untuk membeli komputer lain tanpa label Intel Inside.

Co-branding antara Intel dengan sejumlah produsen komputer terkemuka tentu mengangkat brand image Intel dan perceived quality terhadapnya, disamping edukasi pasar yang dilakukan sendiri. Pada gilirannya, perceived quality yang tinggi ini dapat pula ditransfer kepada merek komputer yang brand awareness-nya relatif rendah. Ingredient brand Intel dengan label Intel Inside-nya dapat mengangkat citra merek komputer yang tidak terlalu dikenal konsumen. Tentu ini membuat para produsen finished product komputer memilih Intel, ketimbang memilih produk kompetitornya walaupun mungkin lebih mahal.

Berbagai manfaat dapat dipetik dari strategi co-branding ini, untuk kasus Polytron dan Maspion co-branding dengan merek ternama seperti Teflon-Dupont dan Dolby memberikan jaminan bagi konsumen yang belum terlalu yakin dengan kinerja kedua merek tersebut. Konsumen enggan untuk mencoba produk baru maupun merek yang tidak mereka kenal dengan baik. Sebagai produsen produk elektronik, Polytron cukup dikenal, walaupun perceived quality masih di bawah merek Jepang. Tetapi untuk produk home theatre yang canggih, expertise-nya masih belum sepenuhnya diyakini konsumen. Proses pengambilan keputusan untuk membeli sebuah home theatre adalah tergolong high involve decision making. Dengan melakukan co-branding dengan Dolby maka terjadi transfer perceived quality dari Dolby ke Polytron. Merek Dolby memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk ini layak untuk dicoba. Pencantuman Dolby berarti mengkomunikasikan bahwa produk Minimax MX 7 dari Polytron ini sudah berkualitas tinggi. Co-branding dengan Dolby juga memperkuat kesan iklan Minimax MX 7, karena Dolby sudah sangat terkenal. Polytron tidak perlu lagi melakukan komunikasi pemasaran untuk menonjolkan kehebatan tata suara Dolby, tetapi dapat lebih berkonsentrasi pada benefit lainnya, apakah modelnya, layanan pasca jual, konsultasi tata letak agar dapat menghasilkan tata suara yang prima dan lain-lain.

Co-branding dipakai berbagai perusahaan untuk meningkatkan pengaruh dan lingkup mereknya, memasuki area atau sektor pasar yang baru. Juga dipakai menyodorkan teknologi baru, mengurangi biaya melalui skala ekonomis dan untuk penyegaran citra. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan co-branding ? Pada hakikatnya co-branding adalah suatu bentuk kerjasama di antara dua merek atau lebih, memanfaatkan brand awareness kedua belah pihak dan nama merek masing-masing masih dipakai. Biasanya, menurut Blackett & Russel masa kerjasama co-branding ini berada di antara jangka menengah sampai jangka panjang, dan jika belum cukup alasan untuk melakukan merek baru atau joint venture secara legal.

Dalam kasus Polytron jenis co-branding yang dipakai adalah ingredient co-branding. Masih menurut Blackett dan Russel terdapat tiga bentuk co-branding lainnya, yaitu rich awareness co-branding, values endorsement co-branding, complementary competence co-branding. Dalam rich awareness co-branding keterlibatan kedua belah pihak dan penciptaan nilai yang dihasilkan relatif rendah, dan tujuan intinya adalah untuk meningkatkan exposure kepada masing-masing basis pelanggan untuk meningkatkan brand awareness. Dalam values endorsement co-branding dilakukan kerjasama khusus untuk menjadi endorsement nilai merek sehingga kedua mitra dapat memperkuat reputasi mereknya. Dalam complementary competence co-branding, dua merek yang komplementer bergabung untuk memproduksi sebuah produk yang pada intinya bukan sekedar menjumlahkan kedua bagian tetapi masing-masing mitra mempunyai komitmen untuk memilih kompetensi intinya agar tercipta produk yang unggul.

Bagi sebagian perusahaan manfaat co-branding lebih bersifat taktis yang tujuannya untuk memanfaatkan kapabilitas reputasi mitra untuk memasuki suatu pasar baru dan secara bersama-sama meningkatkan pemasukan. Bagi perusahaan yang lain co-branding lebih bersifat permanen, khususnya di sektor industri teknologi tinggi yang membutuhkan investasi yang besar.

Pustaka :
The Jakarta Consulting Group. 2008. Co-Branding Strategy. Jakarta
Sumber:Milis S2_TI_UI_Depok_2008

Read More......

Tuesday, July 8, 2008

Customer Satisfaction

Customer satisfaction is an ambiguous and abstract concept and the actual manifestation of the state of satisfaction will vary from person to person and product/service to product/service. The state of satisfaction depends on a number of both psychological and physical variables which correlate with satisfaction behaviors such as return and recommend rate. The level of satisfaction can also vary depending on other options the customer may have and other products against which the customer can compare the organization's products.


Because satisfaction is basically a psychological state, care should be taken in the effort of quantitative measurement, although a large quantity of research in this area has recently been developed. Work done by Berry, Brodeur between 1990 and 1998 defined ten 'Quality Values' which influence satisfaction behavior, further expanded by Berry in 2002 and known as the ten domains of satisfaction. These ten domains of satisfaction include: Quality, Value, Timeliness, Efficiency, Ease of Access, Environment, Inter-departmental Teamwork, Front line Service Behaviors, Commitment to the Customer and Innovation. These factors are emphasized for continuous improvement and organizational change measurement and are most often utilized to develop the architecture for satisfaction measurement as an integrated model. Work done by Parasuraman, Zeithaml and Berry between 1985 and 1988 provides the basis for the measurement of customer satisfaction with a service by using the gap between the customer's expectation of performance and their perceived experience of performance. This provides the measurer with a satisfaction "gap" which is objective and quantitative in nature. Work done by Cronin and Taylor propose the "confirmation/disconfirmation" theory of combining the "gap" described by Parasuraman, Zeithaml and Berry as two different measures (perception and expectation of performance) into a single measurement of performance according to expectation. According to Garbrand, customer satisfaction equals perception of performance divided by expectation of performance.

The usual measures of customer satisfaction involve a survey with a set of statements using a Likert Technique or scale. The customer is asked to evaluate each statement and in term of their perception and expectation of performance of the organization being measured.(wikipedia)

Berikut ini ada kisah mengenai Customer Satisfaction:

SEORANG pengusaha menelepon. Beliau ingin saya mendesain sebuah program pelatihan dan pendidikan. Uniknya, bukan untuk para pegawai dan staf, melainkan justru untuk pelanggan mereka. Terus terang ini peristiwa langka. Jarang sekali saya mendapatkan tantangan ini. Pengusaha itu bercerita bahwa ia mendapatkan ide ini dari ibunya.

Menurut cerita, sang pengusaha ini suatu hari makan di rumah ibunya. Ketika bersantap, ia memperhatikan bahwa nasi yang disajikan gurih dan pulen. Nikmat sekali. Ini berbeda dengan yang di rumah. Nasi yang dia makan sehari-hari seringkali tidak konsisten. Kadang kurang air dan menjadi keras. Kadang terlampau banyak air dan lembek. Padahal, dia memakai rice cooker yang sama dengan ibunya.

Karena penasaran, ia minta sang ibu melatih pembantu di rumah. Maksudnya, agar dia bisa menikmati nasi gurih dan pulen yang persis dirasakan di rumah ibu. Jadilah ibunya trainer tidak resmi untuk memasak nasi. Pulang dari pelatihan, si pembantu bercerita bahwa memasak nasi ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Untuk menghasilkan nasi yang gurih dan pulen, diperlukan proses sangat rinci. Mulai dari pemilihan jenis beras, cara mencuci, merendam, hingga memasaknya dengan jumlah air yang pas.

Sang pengusaha lalu berteori bahwa kebanyakan produk didesain sangat berlebihan. Misalnya saja, telepon genggam. Barangkali kita hanya menggunakan seperempat dari kemampuan yang ada. Sama dengan komputer. Kebanyakan hanya dipakai untuk mengetik. Kemampuan-kemampuan yang lain jarang digunakan, atau kita tidak paham sama sekali untuk menggunakannya.

Kalau saja konsumen dididik dan dilatih untuk lebih andal dan berpengalaman menggunakan produk, maka tingkat kepuasannya akan naik drastis. Bayangkan konsumen tetap membayar harga yang sama untuk produk yang sama, tapi tingkat kepuasan naik berlipat ganda. Buktinya, sang pengusaha dengan cerita di atas mengaku bahwa kini ia merasa nikmat sekali makan di rumah, karena nasinya pulen dan gurih. Sejak pembantunya lebih pandai menanak nasi, ia jadi lebih sering makan di rumah. Apresiasinya terhadap rice cooker yang digunakan meningkat pesat.

Saya ingat, ketika masih SMA, saya dihadiahi kamera pertama oleh Paman. Saat itu, tidak ada orang yang bisa melatih dan mengajari untuk menggunakannya dengan sempurna. Dari pegawai di toko kamera, saya cuma diajari seadanya. Selama hampir setahun, saya belajar dengan cara trial and error. Mahal biayanya. Karena lebih banyak salah ketimbang yang benar.

Lalu seorang teman menghadiahi saya sebuah buku yang dibeli di Singapura, tentang kamera itu. Lama-kelamaan saya jadi sangat mahir. Tingkat kepuasan saya benar-benar meningkat drastis. Kamera itu menjadi kamera kesayangan saya selama beberapa tahun. Ketika kuliah, saya membeli kamera kedua yang lebih maju dan mahal. Saya pun membeli kamera dengan merek yang sama. Saya menjadi loyal terhadap merek itu, semata-mata karena saya sangat puas dengan merek itu.

Sebagian besar produk konsumen yang beredar di pasar, percaya atau tidak, memang didesain terlampau berlebihan, dengan aneka fitur yang terkadang sangat kompleks dan memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus. Saya hampir tak pernah menggunakan telepon genggam saya untuk memotret. Biarpun telepon genggam saya dilengkapi dengan kamera yang konon sangat baik. Itu sebabnya, sebagian konsumen, percaya atau tidak, lebih menginginkan produk lebih sederhana. Tidak usah diatur-atur. Kolega saya berkelakar bahwa kalau membeli kamera, ia ingin kamera "bodoh". Pokoknya, asal jepret sudah jadi.

Ibu saya punya cerita yang lain. Pernah sekali Ibu saya berlangganan roti tawar. Mulanya, roti tawar selalu habis terkonsumsi paling lambat dua hari. Tapi lama-lama kami bosan. Roti tawar lewat tiga-empat hari, lalu berjamur dan terpaksa dibuang. Akhirnya ibu saya berhenti berlangganan roti tawar. Alkisah, suatu hari di sebuah bakery, ibu saya sempat bertemu dengan sang pemilik. Mereka bertukar kisah. Ibu saya menceritakan masalahnya.

Oleh pemilik bakery, ibu saya diajari cara menyimpan roti tawar di lemari es. Mulanya ibu saya ragu, karena roti yang disimpan di lemari es cenderung akan keras. Lalu pemilik bakery mendemokan bagaimana menghangatkan roti dari lemari es dengan microwave oven. Hasilnya memang ajaib, roti kembali hangat dan terasa empuk seperti semula. Ibu saya lalu kembali berlangganan roti. Ia juga tahu bagaimana caranya punya roti hangat setiap saat di rumah. Triknya sederhana, tapi kepuasan ibu saya meningkat tajam.

Pendidikan dan pelatihan konsumen untuk menggunakan produk kita dengan baik dan benar kini menjadi fokus penting, agar kepuasan pelanggan meningkat. Kepuasan pelanggan meningkat, otomatis reputasi dan kredibilitas produk terangkat. Pada akhirnya, konsumen memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk loyal terhadap produk dan merek kita. Trik ini jitu dan sederhana.

Read More......

Friday, May 23, 2008

Belajar Memahami Bunga Kredit Bank

Wujudkan semua impian Anda dengan kredit multiguna bla bla bla. Demikian penggalan brosur dari salah satu bank nasional. Nah, ketika kita butuh uang, kemudian mengajukan kredit ke bank, sebaiknya kita perlu tahu lebih jauh sebenarnya bagaimana cara bank menghitung bunga kredit. Karena hampir tiap bank memiliki metode perhitungan yang berbeda. Anda yang belum pernah belajar Analisis Biaya pun akan melihat dimana letak perbedaannya.


Secara umum ada 2 metode dalam perhitungan bunga yang berlaku di bank yaitu efektif dan flat. Namun dalam prakteknya ada modifikasi dari metode efektif yang disebut dengan metode Anuitas. Lebih mudahnya dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Misalnya, kita mengajukan kredit dengan jangka waktu 24 bulan sebesar Rp. 24.000.000,- dengan bunga 10% per tahun. Anda melakukan pembayaran pokok pinjaman sebesar Rp. 1.000.000,- perbulan sampai lunas. Asumsi bahwa suku bunga kredit tidak berubah (tetap) selama jangka waktu kredit.

Metode Efektif
Metode ini menghitung bunga yang harus dibayar setiap bulan sesuai dengan saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya. Rumusnya adalah:

Bunga = SP x i x (30/360)

dimana:
SP = saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya, i = suku bunga pertahun, 30 = jumlah hari dalam 1 bulan, dan 360 = jumlah hari dalam 1 tahun.

Jadi dengan rumus di atas dapat dihitung bunga efektif pada bulan 1.
Bunga = Rp. 24.000.000,- x 10% x (30/360) = Rp. 200.000,-
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah Rp. 1.000.000,- + Rp. 200.000,- = Rp. 1.200.000,-.

Sedangkan pada bulan berikutnya akan lebih kecil dari bulan sebelumnya, misalnya untuk bulan 2.
Bunga = Rp. 23.000.000,- x 10% x (30/360) = Rp. 191.666,67
Angsuran pokok dan bunga menjadi Rp. 1.191.666,67

Metode Anuitas
Metode ini merupakan modifikasi dari metode efektif. Metode ini mengatur jumlah angsuran pokok dan bunga yang dibayar agar sama setiap bulan. Rumusnya adalah:

Bunga = SP x i x (30/360).

Biasanya Bank memiliki aplikasi software yang akan secara otomatis menghitung bunga anuitas. Dalam kasus di atas, tabel perhitungan akan muncul sebagai berikut:

Bulan Saldo Bunga Angsuran Total
Pokok Angsuran

0 24.000.000 0 0 0
1 23.092.522 200.000 907.478 1.107.478
2 22.177.438 192.438 915.040 1.107.478

Bunga Anuitas bulan 1
Bunga = Rp. 24.000.000 x 10% x (30/360) = Rp. 200.000,-
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah Rp. 907.478 + 200.000 = Rp. 1.107.478

Bunga Anuitas bulan 2
Bunga = Rp. 23.092.522 x 10% x (30/360) = Rp. 192.438,-
Angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah Rp. 915.040 + 192.438 = Rp. 1.107.478

Terlihat bahwa angsuran bulan kedua sama dengan angsuran pada bulan pertama dan seterusnya dimana besarnya angsuran akan tetap sama sampai dengan selesainya jangka waktu kredit.

Metode Flat
Dalam metode ini, perhitungan bunga selalu menghasilkan nilai yang sama setiap bulan, karena bunga dihitung dari prosentase bunga dikalikan pokok pinjaman awal. Rumusnya adalah:

Bunga perbulan = (P x i x t) : jb

P = pokok pinjaman awal, i = suku bunga pertahun, t = jumlah tahun jangka kredit, jb = jumlah bulan dalam jangka waktu kredit.

Karena bunga dihitung dari pokok awal pinjaman, maka biasanya suku bungan flat lebih kecil dari suku bunga efektif. Dalam contoh kasus di atas misalkan bungan flat sebesar 5,3739% pertahun. Maka bunga flat tiap bulan selalu sama, yaitu :
= Rp (24.000.000 x 5.3739% x 2) : 24 = Rp. 107.478,-

Angsuran pinjaman per bulan adalah Rp. 1.000.000,- + Rp. 107.478,- = Rp. 1.107.478,-

Perbandingan Anuitas dengan Flat
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk jangka waktu kredit 2 tahun, maka suku bungan efektif 10% pertahun akan menghasilkan angsuran yang sama dengan suku bunga flat 5,3739% pertahun.

Hal-hal yang Perlu Diketahui
- Dalam menetapkan suku bunga kredit, banyak bank menggunakan metode flat, sehingga suku bunga terkesan lebih rendah. Untuk itu, Anda perlu menanyakan ke bank berapa sebenarnya suku bunga efektif yang diterapkan sebelum memutuskan untuk mengajukan kredit.
- Jika Anda sedang membandingkan suku bunga antar bank, pastikan bahwa Anda mengetahui metode perhitungan bunga yang diterapkan oleh setiap bank.
- Untuk menghitung saldo pokok pinjaman, bank biasanya menggunakan metode efektif. Jadi, pada saat mengajukan kredit, Anda perlu menanyakan apakah akan ada penyesuaian terhadap perbedaan saldo pinjaman yang menggunakan bunga efektif dengan yang menggunakan bunga flat jika Anda ingin melakukan pinjaman lebih dini sebelum waktu pinjaman berakhir.
- Mintalah jadwal dan komposisi perhitungan bunga dan angsuran pokok pinjaman dari bank supaya Anda dapat mengatur dana yang harus disediakan setiap bulan.
- Pastikan Anda mengetahui sifat suku bunga yang dikenakan bank, floating (mengambang) atau fixed (tetap). Jika suku bunga bersifat mengambang, maka apabila terjadi kenaikan suku bunga, biaya bunga dan angsuran pinjaman akan ikut naik dan sebaliknya jika suku bunga turun.


Sumber: Bank Indonesia




Read More......