Wednesday, November 26, 2008

Co-Branding Strategy

Teflon by Dupont. Stiker ini diantaranya menempel di peralatan rumah tangga produksi Maspion. Stiker tentu akan mengangkat citra merek dari produk buatan Sidoarjo ini, karena didampingi merek kesohor yang sudah akrab dengan sebagian konsumen. Edukasi pasar mengenai lapisan anti lengket dari DuPont ini telah gencar dilakukan sebelumnya, dan khalayak konsumen mengenal dan meyakini kualitas Teflon sebagai ingredient brand lapisan anti lengket yang dikeluarkan perusahaan ternama DuPont. Merek Maspion sebagai pembuat finished product akan terkatrol jika memakai Teflon sebagai komponennya. Inilah salah satu bentuk co-branding antara Maspion sebagai produsen finished product dan Teflon-DuPont sebagai produsen ingedients product.


Lantas apa keuntungannya Teflon dengan sering dicantumkannya di berbagai finished product?. Tentu saja exposure-nya menjadi meningkat, dan awarenessnya akan meningkat pula. Itu dari sisi awareness. Dari sisi yang lain awareness yang tinggi ini akan mendorong para produsen finished product untuk memakai produknya sekaligus melakukan co-branding sehingga dia mempunyai bargaining position karena dikenal oleh end users. Dupont tidak hanya menjadi pemasok dari produsen finished products yang nasibnya ditentukan oleh mereka. Dengan perceived quality yang tinggi dari end users, maka akan menjadi pilihan utama bagi para produsen, sekaligus yang membuka peluang untuk menjual dengan harga yang lebih tinggi dari kompetitor/pemasok yang lain.

Yang lebih dulu terkenal dengan pola co-branding dengan ingredients brand adalah tata suara stereo dari Dolby. Baru-baru ini digelar iklan yang cukup gencar oleh Polytron mengenai home theatre Minimax MX 7 yang menggunakan teknologi dari Dolby. Co-branding ini akan mengangkat brand image Polytron yang diproduksi di Jawa Tengah ini. Produk ini akan menjadi flagship brand bagi produk Polytron. Walaupun nantinya produk ini terjual tidak terlalu banyak, tetapi dapat meningkatkan perceived quality terhadap produk-produk Polytron, khususnya audio.

Tetapi ingredient brand yang paling spektakuler adalah Intel dengan program co-branding- nya yang sangat terkenal : Intel Inside. Intel menyadari bahwa ia tidak menjual secara langsung kepada end users tetapi harus melalui pabrik komputer. Sehingga nasibnya tergantung kepada pabrik komputer, mau membeli produknya atau tidak. Intel mendorong perusahaan komputer ternama seperti IBM, Compact, Gateway, dan Dell untuk memasang logo Intel Inside dalam iklannya maupun dalam kemasannya. Intel bersedia memberikan imbalan diskon 3 persen dari total pembelian jika mencantumkan dalam iklannya dan 5 persen jika para produsen komputer itu bersedia memasang dalam kemasannya. Kampanye ini dianggarkan dengan biaya tidak tanggung-tanggung, 100 juta dolar AS tiap tahun. Intel Inside ini selama 18 bulan telah terpasang dalam 90 ribu halaman yang jika dihitung kira-kira menjadi 10 milyar exposure. Hasilnya, recognition di kalangan end users meningkat pesat dari 46 persen menjadi 80 persen. Setelah kampanye itu berjalan setahun penjualan intel di seluruh dunia meningkat 63 persen.

Di antara end users ini kebanyakan tidak banyak mengetahui mengenai seluk-beluk mikro prosesor. Mereka pikir jika perusahaan-perusahaan komputer terkenal seperti IBM saja mempercayakan mikro prosesornya yang sangat vital bagi sebuah komputer kepada Intel, tentu kualitasnya telah teruji. Betapa besar pengaruh perceived quality terhadap Intel, dapat terlihat bagaimana AMD berusaha mengajak para konsumen untuk berpikir rasional dengan menawarkan produk sekelas dengan selisih harga 31 sampai 39 persen. Pengaruh ini mengarah kepada price premium sebagai keuntungan yang muncul dari brand equity. Intel juga melakukan price premiun measurement ini. Setiap minggu pewawancara di toko-toko komputer bertanya kepada pengunjung berapa besar diskon yang harus diberikan kepada sebuah komputer agar pembeli berpindah untuk membeli komputer lain tanpa label Intel Inside.

Co-branding antara Intel dengan sejumlah produsen komputer terkemuka tentu mengangkat brand image Intel dan perceived quality terhadapnya, disamping edukasi pasar yang dilakukan sendiri. Pada gilirannya, perceived quality yang tinggi ini dapat pula ditransfer kepada merek komputer yang brand awareness-nya relatif rendah. Ingredient brand Intel dengan label Intel Inside-nya dapat mengangkat citra merek komputer yang tidak terlalu dikenal konsumen. Tentu ini membuat para produsen finished product komputer memilih Intel, ketimbang memilih produk kompetitornya walaupun mungkin lebih mahal.

Berbagai manfaat dapat dipetik dari strategi co-branding ini, untuk kasus Polytron dan Maspion co-branding dengan merek ternama seperti Teflon-Dupont dan Dolby memberikan jaminan bagi konsumen yang belum terlalu yakin dengan kinerja kedua merek tersebut. Konsumen enggan untuk mencoba produk baru maupun merek yang tidak mereka kenal dengan baik. Sebagai produsen produk elektronik, Polytron cukup dikenal, walaupun perceived quality masih di bawah merek Jepang. Tetapi untuk produk home theatre yang canggih, expertise-nya masih belum sepenuhnya diyakini konsumen. Proses pengambilan keputusan untuk membeli sebuah home theatre adalah tergolong high involve decision making. Dengan melakukan co-branding dengan Dolby maka terjadi transfer perceived quality dari Dolby ke Polytron. Merek Dolby memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk ini layak untuk dicoba. Pencantuman Dolby berarti mengkomunikasikan bahwa produk Minimax MX 7 dari Polytron ini sudah berkualitas tinggi. Co-branding dengan Dolby juga memperkuat kesan iklan Minimax MX 7, karena Dolby sudah sangat terkenal. Polytron tidak perlu lagi melakukan komunikasi pemasaran untuk menonjolkan kehebatan tata suara Dolby, tetapi dapat lebih berkonsentrasi pada benefit lainnya, apakah modelnya, layanan pasca jual, konsultasi tata letak agar dapat menghasilkan tata suara yang prima dan lain-lain.

Co-branding dipakai berbagai perusahaan untuk meningkatkan pengaruh dan lingkup mereknya, memasuki area atau sektor pasar yang baru. Juga dipakai menyodorkan teknologi baru, mengurangi biaya melalui skala ekonomis dan untuk penyegaran citra. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan co-branding ? Pada hakikatnya co-branding adalah suatu bentuk kerjasama di antara dua merek atau lebih, memanfaatkan brand awareness kedua belah pihak dan nama merek masing-masing masih dipakai. Biasanya, menurut Blackett & Russel masa kerjasama co-branding ini berada di antara jangka menengah sampai jangka panjang, dan jika belum cukup alasan untuk melakukan merek baru atau joint venture secara legal.

Dalam kasus Polytron jenis co-branding yang dipakai adalah ingredient co-branding. Masih menurut Blackett dan Russel terdapat tiga bentuk co-branding lainnya, yaitu rich awareness co-branding, values endorsement co-branding, complementary competence co-branding. Dalam rich awareness co-branding keterlibatan kedua belah pihak dan penciptaan nilai yang dihasilkan relatif rendah, dan tujuan intinya adalah untuk meningkatkan exposure kepada masing-masing basis pelanggan untuk meningkatkan brand awareness. Dalam values endorsement co-branding dilakukan kerjasama khusus untuk menjadi endorsement nilai merek sehingga kedua mitra dapat memperkuat reputasi mereknya. Dalam complementary competence co-branding, dua merek yang komplementer bergabung untuk memproduksi sebuah produk yang pada intinya bukan sekedar menjumlahkan kedua bagian tetapi masing-masing mitra mempunyai komitmen untuk memilih kompetensi intinya agar tercipta produk yang unggul.

Bagi sebagian perusahaan manfaat co-branding lebih bersifat taktis yang tujuannya untuk memanfaatkan kapabilitas reputasi mitra untuk memasuki suatu pasar baru dan secara bersama-sama meningkatkan pemasukan. Bagi perusahaan yang lain co-branding lebih bersifat permanen, khususnya di sektor industri teknologi tinggi yang membutuhkan investasi yang besar.

Pustaka :
The Jakarta Consulting Group. 2008. Co-Branding Strategy. Jakarta
Sumber:Milis S2_TI_UI_Depok_2008

No comments: